Kesenian Melayu Kutai
1. Topeng
Kutai
Tari
Topeng menurut adat kutai ini, meskipun menurut asal mulanya mempunyai hubungan
dengan seni tari dalam Kerajaan Singosari dan Kediri, namun gerak tariannya
tampak sedikit berbeda dengan yang terdapat di Kerajaan Singosari dan Kediri
dan demikian pula dengan irama gamelan yang mengiringi. Sedangkan cerita yang
dibawakan dalam tarian ini, menurut orang-orang tua tidak begitu banyak
perbedaannya, demikian pula tentang hal pakaiannya.
topeng kemindu kutai
Jenis Topeng Kutai adalah :
a.
Penembe
b.
Kemindhu
c.
Patih
d.
Temenggung
e.
Kelana
f. Wirun
g.
Gunung
Sari
h.
Panji
i. Rangga
j. Togoq
k.
Bota
l. Tembam
Pakaian Topeng terdiri atas :
a.
Garuda
Mungkur
b.
Kalong
Simbar
c.
Kalong
Rantai
d.
Kalong
Beranak
e.
Tengkang
f. Lolaq
g.
Celana
h.
Dodot
(belangkon)
i. Ubat-ubat
j. Selepe
(pendeng)
k.
Kelibun
l. Keris
m.
Giring-giring
n.
Sampur
* Penembe
Tari
ini dilakukan oleh seorang putri yang melukiskan, bahwa ia baru saja mulai
mempelajari tari menari. Setelah agak lancar, maka gerak tarian ditambah
sedikit demi sedikit, sehingga menjadikan satu tarian Penembe.
* Kemindhu
Tari
ini menunjukkan kelincahan dan kegesitan seorang putri menarikan tari Kemindhu.
Sang putri sedang bermain-main didalam suatu taman sambil menghirupnudara yang
segar, setelah menari sang putri kembali ke dalam puri untuk istirahat.
* Patih
Tari ini
melukiskan bagaimana seseorang sedang sibuk melatih diri dalam berbagai
kegiatan bela diri, siasat peperangan dan melatih para prajurit-prajurit
kerajaan.
* Temenggung
Tari
ini melukiskan seorang Temenggung yang selalu berdampingan dengan Raja. Pada
suatu hari Temenggung diperintahkan untuk mencari seorang Patih, karena telah
beberapa lama tidak hadir, sedangkan ia tidak minta izin kepada raja untuk
kepergiannya itu. Rupa-rupanya sang Patih memang telah lama bermaksud hendak
mengadakan pemborantakan, tetapi dukungan terhadap maksudnya sangat sedikit
sekali, sehingga sang Patih memutuskan untuk menghindarkan diri dari kerajaan
tersebut. Temenggung telah mendapatkan berita-berita dari penduduk yang pernah
diminta dukungan oleh sang Patih. Mereka tidak menyetujui karena maksudnya
hanya untuk kepentingan sang Patih sendiri dengan beberapa golongan kecil.
Perintah raja, kalau Temenggung belum dapat menangkap/membunuh sang Patih
hendaknya Temenggung jangan kembali ke istana. Kalau tidak dapat menawannya
hidup-hidup, maka boleh dibunuh tetapi harus ada buktinya bahwa sang Patih itu
benar-benar sudah mati. Oleh karena itu sebagai tanda sudah terbunuhnya sang
Patih oleh temenggung, maka pada muka topeng itu yakni diatas hidungnya
terdapat bekas darah sang Patih.
* Kelana
Tari
ini melukiskan suatu kerajaan yang diperintah oleh seorang Raja bernama Kelana Swandono, yang mempunyai
panakawan Togoq dan Tembam. Sebagai penjaga pribadi adalah
seorang Bota.
Pada
suatu hari sang Raja duduk di singgasana. Dihadapannya hadir para pembesar
Istana dan para panakawan serta Bota. Sang Raja sedang menanyakan tentang
keadaan kerajaan selama dibawah pimpinannya. Semua yang hadir menjawab, bahwa
tiada kurang suatu apa-apa.
Setelah
itu para pembesar istana kembali masing-masing kerumahnya, sedang yang tinggal
hanya raja bersama Togoq dan Bota. Telah menjadi kebiasaan, setelah selesai
dihadap oleh para pembesar istana, Bota dan Togoq mengadakan pembicaraan sambil
bersanda gurau. Tetapi rupanya saat itu sang Raja merasa letih sekali sehingga
sebelum senda gurau berakhir sang Raja telah terlena (tertidur) diatas kursi
singgasana. Melihat keadaan demikian, maka sang Bota meninggalkan ruang
tersebut lalu menuju ke pintu istana untuk berjaga-jaga, sedang Togoq menemani
sang Raja di ruangan. Selang tidak beberapa lama sang Raja tertidur, maka
dengan sangat terkejut sekali Togoq melihat sang Raja terbangun dengan keadaan
yang agak berlainan dari biasanya.
Sang
Raja kelihatan berjalan berkeliling dalam ruangan istana sambil menyebut-nyebut
nama seorang putri yang bernama Dewi
Sekartaji. Akibatnya seluruh isi istana gaduh mendengar keadaan sang Raja
demikian itu. Syukurlah tidak beberapa lama sang Raja sadar kembali dan pada
akhirnya sang Raja dikawinkan dengan putri Dewi Sekartaji.
* Gunungsari
Tari
ini melukiskan seorang putri sedang berdandan. Selesai berdandan, sang putri
lalu keluar menuju Taman Sari untuk menghirup hawa segar sambil melihat
bunga-bunga dan kolam ikan. Sementara berada di kolam timbul pikirannya hendak
menangkap ikan mas yang ada dalam kolam tersebut. Disuruhnya salah seorang
dayangnya mengambil sebuah jala. Putri akhirnya merasa girang dengan hasil
penangkapan ikan-ikan itu, kemudian kembali lagi masuk ke dalam puri.
* Wirun
Tari ini dilakukan
oleh salah seorang anak raja Bota. Sang anak (Wirun) bermain-main didalam taman
sari sambil melihat-lihat bunga dan ikan-ikan dalam kolam. Tiba-tiba Wirun
medadak dapat serangan panah dari luar Taman Sari. Melihat keadaan demikian
itu, Wirun sejenak mengheningkan cipta dan setelah selesai ia pun mengetahui,
bahwa panah-panah itu dilepaskan oleh seorang Bota dari lain kerajaan. Maka
keluarlah Wirun dari Taman Sari menuju lapangan luas untuk melihat musuh yang
melepaskan anak panah tersebut. Serta merta muncullah seorang Bota dengan
panahnya ditangan. Sang Bota tanpa membuang waktu lalu memanah Wirun. Semua
anak panah sang Bota disambut Wirun dengan susah payah. Karena bertubi-tubi
serangan itu, maka terjatuhlah Wirun ke tanah dengan nafas terengah-engah.
Setelah menyapu keringat dimukanya, tanpa sengaja tangannya kena pada kumisnya.
Wirun berpikir, kenapa ia harus menyerah sedangkan ia adalah seorang laki-laki.
Tiba-tiba Wirun bangun kembali lalu menantang serangan Bota tersebut. Panah
demi panah disambut dengan tenang dan dikembalikan kepada sang Bota dan
mengenai tubuh sang Bota. Akhirnya sang bota roboh dan langsung mati. Wirun
kembali kedalam istana terus menghadap Raja untuk menceritakan peristiwa yang
baru saja terjadi diluar istana. Raja menasihatkan, walaupun dalam pertandingan
tadi Wirun mendapatkan kemenangan, akan tetapi tidak baik merasa diri sanggup
mengadakan perlawanan sendiri. Hendaknya diberitakan terlebih dahulu pada Raja,
agar dapat mengambil jalan bagaimana menyelesaikan kejadian tersebut. Raja
menekankan, pekerjaan yang buruk biar bagaimanapun kekuatannya, tetapi
kesudahannya akan terkalahkan jua oleh pekerjaan yang baik.
2. Tari
Erau Adat Kutai (Dewa Memanah)
Dalam upacara Erau ini, dewa menari
sambul memanah:
- Pertama,
menuju ke ulu sungai dengan sepucuk mata panah dian berapi
- Kedua,
menuju ke muara sungai dengan tiga pucuk mata panah dian berapi
- Ketiga,
menuju ke matahari terbenam dengan lima
pucuk mata panah dian bernyala
- Keempat,
dengan tujuh pucuk mata panah dian menyala menuju ke matahari terbit, sambil
berkata; “Lang-lang panah memancar
bayang-bayang, lang-lang panah melincir ke alam terang”.
Setelah
selesai dewa meletakkan panah tersebut ke tempat asal. Kemudian dewa melakukan Tari Ganjur seraya mengajak raja dan dua
orang. Menteri untuk ikut menari dengan dipimpin oleh raja sendiri, sedangkan
dewa mengikuti. Selanjutnya dewa mengajak pula para tamu terhormat untuk ikut
menari tari ganjur dan kemudian para tamu undangan lainnya.
Memanah
maksudnya menyisingkan awan yang gelap menyisihkan rakun yang keruh. Barulah
alam itu menjadi terang, sehingga dapatlah mengeluarkan raja untuk duduk
dibalai. Kemudian dewa memuja serta memberikan tempung tawar kepada raja.
Selesai
dipuja dan ditempung tawar, barulah raja dipersilahkan meninggalkan balai lalu
duduk ditempat semula. Menurut cerita dahulu kala. Dewa itu adalah jenang dan
sakti.
Setelah
istirahat, raja memerintahkan kepada dewa-dewa agar menari dengan gembiranya.
Dewa-dewa lalu mengatur sembah (minta izin) untuk mengadakan tarian. Setelah
itu dewa-dewa mengambil ayamnya masing-masing dan selanjutnya pergi menyabung
di Wal-wala (diatas angin). Para dewa
masing-masing mengeluarkan kesaktiannya dalam melakukan peyabungan ayam
tersebut.
Bila dua
ekor ayam berkumpul pada tangan salah seorang dewa maka dialah yang menang.
Enam orang dewa lainnya lalu menyerahkan diri kepada dewa tersebut. Dewa yang
menang mengajak ke enam dewa lainnya untuk menari-nari sambil membawa ayam yang
menang tadi dan berkata-kata sambil berlagu dengan mengatakan :”Siapa yang menanglah bersorak-sorak dan
siapa yang kalah pulalah dengan menutup muka karena malu”
Tari
ganjur adalah sebuah tarian yang melukiskan seorang tengah mendayung perahu ke
tengah sungai. Tarian ini muncul untuk mengenangkan peristiwa, ketika Petinggi Hulu Dusun beserta istrinya Babu Jaruma mengayuh perahu ke tengah sungai untuk menjemput Putri Karang Melenu, yang muncul dari
buih Sungai Mahakam. Putri ini adalah permaisuri pertama dari Raja Kutai Kartanegara yang pertama yaitu
Aji Betara Agung dewa Sakti yang
memerintah pada tahun 1300-1325. (menurut catatan Amir Hassan Kiai Bondan dari Banjarmasin masa
pemerintahan Raja pertama dari Kutai itu ialah pada tahun 1380-1410)
Demikianlah
setelah selesai tarian meyabung ayam lalu diteruskan dengan tari kanjar. Tarian ini menggambarkan
seseorang sedang melonjak-lonjak kesenangan, karena mendapatkan sesuatu yang
diidam-idamkan. Tarian ini dimaksudkan untuk mengenang kembali peristiwa yang
sangat mengembirakan penduduk kampung Jaitan
Layar, Hulu Dusun, Sembaran dan Binalu ketika pertama kali mendapatkan
seorang raja, yaitu Aji Batara Agung Dewa
Sakti. Karena kegembiraan yang luar biasa itu penduduk lalu bergembira
melonjak-lonjak kesenangan.
Dewa
sebagai pemuka melakukan Kanjar laki-laki
diiringi para Dewa lainnya. Kemudian Dewa melakukan Kanjar Loah Niung, dan selanjutnya sebagai pemuka melakukan pula Kanjar Wanita. Sebagai penutup dilakukan
Kanjar Titire oleh seorang Dewa
perempuan dengan gerak-gerik, pakaian dan perhiasan yang berlebih-lebihan.
Menurut ceritanya, Dewa perempuan itu menganggap dirinya paling cantik seraya
mengatakan : “Embun turun dinihari, tahi
lalat dimuka seperti basong gelap, bunga disuting awan, bungan sebagai awan
disaput, tajuk serupa sepohon kayu, kepala bergoyang menadah tajuk:.
Setelah
Dwa-dewa selesai melakukan tarian-tarian tersebut, barulah para tamu terhormat
dan para undangan lainnya diperbolahkan melakukan Tari kanjar laki, kemudian kanjar perempuan. Tarian kanjar tersebut
dilakukan setiap malam sebagai acara pertama dengan cara-cara yang sama.
3. Tari
Jepen
Dikalangan
penduduk Kutai Suku Melayu seperti penduduk di Kota Tenggarong dan sepanjang
sungai Mahakam serta suku-suku Banjar di Samarinda, dikenal sebuah tarian
semacam tari pergaulan yang disebut Tari
Jepen. Pada waktu diadakn keramaian atau pertemuan-pertemuan gembira,
biasanya tari jepen ini dibawakan berpasangan secara bergantian oleh mereka
yang pandai menariknya. Kadang-kadang dilakukan pula olah pasangan yang terdiri
dari dua atau dua pasangan yang terdiri 4 atau 6 orang. Pasangan yang menarik
ialah jika tarian ini dibawakan oleh pasangan pria dan wanita.
Tari
Jepen diperkirakan berusia cukup tua, merupakan kesenian khas Melayu yang
dipengaruhi kebudayaan Islam. Dalam perkembangannya ada yang digolongkan Tari Jepen Klasik dan Tari Jepen Modern.
Tari
Jepen modern yang acap kali dibawakan oleh pasangan muda-mudi ialah Gambus dan Ketipung (gendang Kecil). Sebagai pengantar tari ini adakalanya
diiringi dengan Lagu Tingkilan (lihat
lampiran IV).
4. Mamanda
Penduduk
Kutai Suku Melayu dan Banjar mempunyai pula seni panggung (seni teater) yang
dinamakan Mamanda, seperti Lenong
khas kesenian daerah Betawi. Mamanda yang merupakan kesenian klassik Melayu ini
dipertunjukkan pada panggung-panggung terbuka, seperti halnya Lundruk dan
Ketoprak. Mamanda klasik ini biasanya membawakan cerita tentang Raja-raja dan
merupakan suatu pertunjukan setengah musikal (opera) dengan mempergunakan
instrumen sebuah Biola dan Gendang.