Independent Community Of Design And Culture

Berdiri sejak Tahun 2010, kini berkembang menjadi sebuah home industri kreatif berlabel Koetai Art.

Grab now KoetaiArt Magz "Repackage Edition"

Adalah E-Magazine berupa gabungan dari edisi 3, 4 dan 5 dipacking jadi edisi repackage.

Grab Now KoetaiArt Magz 5 (Five Edition)

Edisi ini adalah edisi spesial dimana terdapat berita berupa hari ulang tahun E-Magazine yang ke 2 Tahun perjalanan.

Grab Now KoetaiArt Magz 4 (Four Edition)

Mengangkat dan mencoba memperkenalkan kain khas Indonesia khususnya di pulau Borneo.

Grab Now KoetaiArt Magz Special Edition

E-Magazine full budaya dari Kutai Kartanegara, perayaan Erau adat Kesultanan Kutai Kartanegara.

Grab Now KoetaiArt Magz 3

Masih seperti biasa kami tetap mengkolaborasikan Desain dan Budaya, ditambah dengan artikel sejarah Kutai.

Latest Articles

Galery Kutai Tempoe Doeloe



PNS J.P.J. Barth dengan istrinya pada hari tertentu bersama Sultan Kutai, Kalimantan Timur. 12-02-1912


Sultan Koetai Adji Mohammad Soelaiman bersama regalia nya Tahun 1910

  

Tari Topeng Kutai di Keraton Kayu Kutai tahun 1913


Potret Pangeran Mahkota Koetai Sultan Adji Muhammad Alimuddin memakai pakaian pengantin Tahun 1887



Potret putri mahkota dari Koetai, istri dari almarhum Sultan Muhammad Ali Alimuddin di pengantin memakai
tanggal 1885-1910


Bronze Budha dari Kerajaan Sri Bangun, Kota Bangun - Kalimantan Timur ditemukan tahun 1931


Potret Sultan Adji Muhammad Parikesit


Pangeran Sosro saudara dari Sultan Kutai bersama Isterinya tahun 1904


Potret Sultan Adji Muhammad Alimudin Koetai Kertanegara Tahun 1900

Istilah Upacara Adat Erau Kesultanan Kutai Kertanegara

TAMBAK KARANG
 
 
 
Suatu dekorasi yang dibentuk di lantai dengan bahan bakunya dari beras yang telah diberi warna-warni. Mirip hamparan permadani/ambal sebagai alas BALAI.

Ada beberapa motif Tambak Karang, yaitu:
1.    Lembu Suana
2.    Karang Genta
3.    Karang Dungkul
4.    Karang Indra Geni
5.    Karang Terate
6.    Karang Daulan
7.    Karang Paoh
 
BALAI
 

Tempat duduk Sultan/Raja, mirip kursi yang dibuat dari bambu kuning setinggi tiga tingkat dan didudukan di atas hamparan TAMBAK KARANG dan dibagian atasnya ada hiasan “Daun Beringin”.

Apabila BALAI dibuat dengan 41 buah tiang maka untuk duduknya RAJA.
Apabila BALAI dibuat dengan 40 buah tiang maka untuk duduknya PUTRA MAHKOTA.
Apabila BALAI dibuat dengan 16 buah tiang maka untuk duduknya Masyarakat Biasa/Umum, Bambu Hijau.
Apabila BALAI dibuat dengan 4 buah tiang maka untuk Tempat Persembahan, Bambu hijau ..

Balai persembahan ditempatkan dibagian belakang Balai Utama yang tingginya hanya dua tingkat dan ditempatkan salinan pakaian lengkap Raja dan Putra Mahkota (berupa: Kopiah, baju, celana panjang, sarung) dan dibagian dasarnya ditempatkan PEDUDUK. Persembahan ini bertiang tinggi dan bagian atasnya dihias dengan daun kelapa muda yang berbentuk cecak burung yang disebut TARO’

PEDUDUK
 
 
Sajian dalam satu wadah/tempat sebagai gambaran diri seseorang yang disimbulkan dengan:
1.    Bersa, keperluan hidup sehari-hari/isi perut
2.    Kelapa, merupakan pengganti kepala
3.    Kain, merupakan pengganti kulit
4.    Benang, merupakan pengganti urat
5.    Jarum/Besi, merupakan pengganti tulang
6.    Gula Merah, merupakan pengganti darah
7.    Pisang Moli, merupakan pengganti makanan buah-buahan
8.    Lampu Lilin, merupakan pengganti penerangan/keterangan haji/jiwa
9.    Uang, merupakan pengganti lambing keperluan materi
10. Wadah/tempat/baskom, merupakan pengganti tempat tinggal rumah
11. Pinang dan Sirih, merupakan pengganti bahan-bahan obat tradisional
 
KETIKAI LEPAS 
 
  

Suatu anyaman dari daun kelapa muda yang dibentuk sedemikian rupa dan kedua ujungnya siap di tarik dan terlepas.

RINGGITAN 
Daun kelapa muda (janur) yang diukir sebagai hiasan pada balai dengan berbagai motif.
 
PERAPEN (PERSEPAN) 
Merupakan tempat pembakaran yang mengeluarkan asap wangi.
 
PANGKON DALAM DAN BELIAN
 

1.    Tujuh wanita memangar sisi kanan BALAI
2.    Tujuh laki-laki yang memangar sisi kiri BALAI


TILAM KASTURI
Tempat duduk Sultan menuju BALAI yang berwarna kuning dan tersusun bertingkat dua.
 
DEWA DAN BELIAN
Orang/tokoh yang melakukan acara ritual beluluh terhadap RAJA atau Putra Mahkota. Dewa juga melaksanakan Ritual Belian (Tarian Sakral) yang diambil dari komunitas ADAT LAWAS yang berdomisili di DESA KEDANG IPIL Kecamatan KOTA BANGUN.
 
MEMANG 
 
 
Mengucapkan kata-kata/pujian-pujian, permohonan terhadap para leluhur agar diberikan petunjuk-petunjuk dan bimbingan terhadap upacara dimaksud.

TEPONG TAWAR


Memercikkan air yang telah ditaburi bunga ke bagian tubuh tertentu.

BELULUH



Proses ritual yang dilakukan oleh Dewa dan Belian terhadap Raja/Sultan/Putra Mahkota guna membersihkan diri dari unsure-unsur jahat, baik yang berwujud maupun tidak berwujud, maka harus diluluhkan di atas buluh/bambu dan sebagai pertanda di mulainya Prosesi ERAU.
BELULUH dilaksanakan pada:
1.    Permulaan/awal
2.    Setiap hari saat matahari turun/sore selama prosesi acara ERAU dilaksanakan
 
AIR TULI
 

Air yang diambil dari Kutai Lama sebagai asal muasal kerajaan Kutai Kartanegara dan pelaksanaan ERAU pertama dan disinilah PUTERI KARANG MELENU berasal menurut legenda, kemudian saat bepelas dicampur dengan air Mahakam setelah Pawang Dewsa Belian memanggil air.

BATU TIJA'AN
 
 

Batu yang berbentuk segi empat bertingkat dua tempat pijakan Sultan saat BEPELAS, ketika kaki Sultan menginjak batu ini terdengar ledakan di luar keratin/istana pertanda BEPELAS sedang dilaksanakan.

PANGKON (PEMANGKON)


Masyarakat kampong yang disertakan dalam acara ritual ERAU, meliputi kampong Panji, Melayu, Loa Ipuh, Sukarame, Mangkurawang, Loa Lepu dan Kampung Jawa dengan busana/baju cina.

RENDU


Ikatan daun beringin yang digantung di atas gelanggang yang diayun/digoyang oleh Dewa untuk memanggil air pada saat BEPELAS.

BUAH BAWAL


Istilah yang digunakan untuk hiasan kue-kue/makanan tradisional yang dimasukkan kedalam plastik dan digantung diatas, terikat pada tali-tali bergelantungan untuk diperebutkan hadirin setelah DEWA BELIAN memetik dengan galah/kayu untuk menggugurkannya.

JUHAN
Suatu tempat persembahan yang terbuat dari kayu khusus (jenis BARU/Bentongai) yang dirakit/diikat berbentuk kerucut dan dibagian atasnya diikatkan kayu-kayu atau bambu sebagai dasar datar untuk menempatkan bahan persembahan. Juhan ini beranak tangga sebanyak tujuh tingkat dan dihiasi dengan janur/atau daun kelapa muda.
TELASAK (Tunggal dan Gantung/Ancak)
TUNGGAL
Sebatang/sepotong kayu yang ditancapkan ke tanah setinggi ±1 meter dan dibagian atasnya dibelah empat untuk menyisipkan belahan kayu kecil yang dibuat untuk lantai dasar tempat meletakkan bahan persembahan.
GANTUNG
Sebatang haur/bambu kuning/bambu hijau yang panjang ditancapkan posisi miring ke bumi/tanah dan dibagian ujungnya digantungkan dasar/lantai telasak untuk menempatkan bahan persembahan.
NASI TAMBAK
Nasi pulut/ketan yang dipadatkan dan dibentuk setengah bulat ditaruh diatas piring putih dan dibagian puncak/atasnya dibenamkan/ditaruh sebutir telur ayam kampong yang telah masak. Nasi Tambak ini ada berwarna putih, merah dan hitam.
NASI RAGI
Nasi pulut/ketan yang dibentuk sedemikian rupa dengan motif-motif tertentu dan berwarna-warni hingga tujuh warna dan ditaruh diatas daun pisang hijau.
TEMBELONG
Suatu wadah yang terbuat dari daun pisang hijau, berbentuk segi empat panjang dan disemat dengan lidi kelapa/nyiur untuk tempat kue-kue persembahan.
KEPALA BENUA (4 KM)
Daerah bagian hulu di Kecamatan Tenggarong, Tanah Merah Kelurahan Mangkurawang sebagai tapal batas wilayah ritual bagian hulu.
TENGAH BENUA (0 KM)
Bagian pusat Kota Tenggarong, yang berlokasi di daerah pelabuhan depan Museum Mulawarman, tepat dihadapan istana Kesultanan Kutai Kartanegara.
BUNTUT BENUA (3 KM)
Bagian hilir kota Tenggarong yang berlokasi tepi sungai Mahakam, Kelurahan Timbau sebagai batas wilayah ritual bagian hilir.
GELANGGANG DEWA NGGOYAK RENDU
Tempat persegi empat seperti kotak/kandang yang terbuat dari kayu dan dihiasi janur dan kain kuning. Didalamnya terdapat BALAI TIANG 16 dan diatasnya digantungkan daun beringin, kain kuning dan daun lenjuang.
SERAPO BELIAN
Suatu bangunan/tempat dilaksanakannya ritual MERANGIN. Bangunan ini terdiri dari empat sudut tiang dipasang sepasang tebu dan sebatang pisang yang btelah berbuah, buluh berisi air serta dibagian luar sudut didirikan brong. Jadi pada bangunan ini terdapat 4 batang tebu, 4 batang pohon pisang, 4 buluh berisi air, dan 4 buah BRONG berselendang kain kuning.
 
 LEMBU SUANA
Merupakan lambing/symbol kekuatan dan kesempurnaan yang digambarkan dengan 5 (lima) anggota badan hewan bermahkota seperti raja yaitu:
-       Berbelai seperti gajah
-       Bertaji seperti ayam
-       Bersisik seperti ular naga
-       Bersayap seperti burung
-       Bertanduk seperti lembu
BECERAK (BELARAP)
Mengerik bagian atas dan bawah alis/kening
KIRAB TUHING
Selembar kain kuning atau putih berbentuk empat persegi panjang yang ditaruh diatas kepala sebagai payung yang bagian ujung/sudutnya dipegang oleh empat orang pembantu.



 

The royal achievement of Kutai


The royal achievement of Kutai dates also from the time of Sultan Alimuddin. It was described and explained by him in a paper called
 “Djelasnja symbool ini disoesoen ketika Srie Padoeka Jang Maha Moelia Toeankoe sultan Almarhoem adji mohammad ‘alimoeddin mendjadi Radja di Keradjaan Koetai Karta Negara.” 

The achievement is of European fashion, and consists of a crowned shield, supporters and a mantle. On the shield some parts of the Royal Treasure are depicted referring to the ruling dynasty and the inauguration of the sovereign. In the compartment are the regalia: Blowing pipes, cords and kris. The gong, on which the sovereign was presented to its parents is carrying the shield and symbolizes the phrase “of the Empire”. The stone, described in the Salasila, is replaced by a globe, also a symbol of the territory.


The tigers are the symbols of a king (in Buddhist symbolism: - of wild animals), “worthy and courageous supreme commander of the army”. As a result, the sultan of Kutai is represented here as having a rank equal to a Raja (king) and not to a Maharaja (high king) for which the insignia was a lion. The achievement is:

Arms: Argent, 3 Í 3:
1.: A galok, one of the arms of the people of Kutai.
2.: A drinking vessel on a tripod used by the sultan after the polishing of his teeth
3.: Cannon Si-Sapu-Jagat used when the umbilical cord of the founder of the dynasty came off
4.: Kutai shield
5.: Drinking vessel of Maharaja Sultan (r. 1450-)
6.: Vessel (not explicated)
7.: Cannon fired when the sultan entered his palace before the polishing of his teeth.
8.: A censer to burn incense and perfume before a traditional meeting of the Kingdom of Kutai Kartanegara
9.: Bowl used at the meal of the sultan after the polishing of his teeth.

source link

Kesenian Melayu Kutai


1.  Topeng Kutai
Tari Topeng menurut adat kutai ini, meskipun menurut asal mulanya mempunyai hubungan dengan seni tari dalam Kerajaan Singosari dan Kediri, namun gerak tariannya tampak sedikit berbeda dengan yang terdapat di Kerajaan Singosari dan Kediri dan demikian pula dengan irama gamelan yang mengiringi. Sedangkan cerita yang dibawakan dalam tarian ini, menurut orang-orang tua tidak begitu banyak perbedaannya, demikian pula tentang hal pakaiannya.
 topeng kemindu kutai
Jenis Topeng Kutai adalah :
a.      Penembe
b.      Kemindhu
c.      Patih
d.      Temenggung
e.      Kelana
f.       Wirun
g.      Gunung Sari
h.      Panji
i.       Rangga
j.       Togoq
k.      Bota
l.       Tembam

Pakaian Topeng terdiri atas :
a.      Garuda Mungkur
b.      Kalong Simbar
c.      Kalong Rantai
d.      Kalong Beranak
e.      Tengkang
f.       Lolaq
g.      Celana
h.      Dodot (belangkon)
i.       Ubat-ubat
j.       Selepe (pendeng)
k.      Kelibun
l.       Keris
m.    Giring-giring
n.      Sampur

*    Penembe
Tari ini dilakukan oleh seorang putri yang melukiskan, bahwa ia baru saja mulai mempelajari tari menari. Setelah agak lancar, maka gerak tarian ditambah sedikit demi sedikit, sehingga menjadikan satu tarian Penembe.

*     Kemindhu
Tari ini menunjukkan kelincahan dan kegesitan seorang putri menarikan tari Kemindhu. Sang putri sedang bermain-main didalam suatu taman sambil menghirupnudara yang segar, setelah menari sang putri kembali ke dalam puri untuk istirahat.

*    Patih
Tari ini melukiskan bagaimana seseorang sedang sibuk melatih diri dalam berbagai kegiatan bela diri, siasat peperangan dan melatih para prajurit-prajurit kerajaan.

*   Temenggung
Tari ini melukiskan seorang Temenggung yang selalu berdampingan dengan Raja. Pada suatu hari Temenggung diperintahkan untuk mencari seorang Patih, karena telah beberapa lama tidak hadir, sedangkan ia tidak minta izin kepada raja untuk kepergiannya itu. Rupa-rupanya sang Patih memang telah lama bermaksud hendak mengadakan pemborantakan, tetapi dukungan terhadap maksudnya sangat sedikit sekali, sehingga sang Patih memutuskan untuk menghindarkan diri dari kerajaan tersebut. Temenggung telah mendapatkan berita-berita dari penduduk yang pernah diminta dukungan oleh sang Patih. Mereka tidak menyetujui karena maksudnya hanya untuk kepentingan sang Patih sendiri dengan beberapa golongan kecil. Perintah raja, kalau Temenggung belum dapat menangkap/membunuh sang Patih hendaknya Temenggung jangan kembali ke istana. Kalau tidak dapat menawannya hidup-hidup, maka boleh dibunuh tetapi harus ada buktinya bahwa sang Patih itu benar-benar sudah mati. Oleh karena itu sebagai tanda sudah terbunuhnya sang Patih oleh temenggung, maka pada muka topeng itu yakni diatas hidungnya terdapat bekas darah sang Patih.

*    Kelana
Tari ini melukiskan suatu kerajaan yang diperintah oleh seorang Raja bernama Kelana Swandono, yang mempunyai panakawan Togoq dan Tembam. Sebagai penjaga pribadi adalah seorang Bota.

Pada suatu hari sang Raja duduk di singgasana. Dihadapannya hadir para pembesar Istana dan para panakawan serta Bota. Sang Raja sedang menanyakan tentang keadaan kerajaan selama dibawah pimpinannya. Semua yang hadir menjawab, bahwa tiada kurang suatu apa-apa.

Setelah itu para pembesar istana kembali masing-masing kerumahnya, sedang yang tinggal hanya raja bersama Togoq dan Bota. Telah menjadi kebiasaan, setelah selesai dihadap oleh para pembesar istana, Bota dan Togoq mengadakan pembicaraan sambil bersanda gurau. Tetapi rupanya saat itu sang Raja merasa letih sekali sehingga sebelum senda gurau berakhir sang Raja telah terlena (tertidur) diatas kursi singgasana. Melihat keadaan demikian, maka sang Bota meninggalkan ruang tersebut lalu menuju ke pintu istana untuk berjaga-jaga, sedang Togoq menemani sang Raja di ruangan. Selang tidak beberapa lama sang Raja tertidur, maka dengan sangat terkejut sekali Togoq melihat sang Raja terbangun dengan keadaan yang agak berlainan dari biasanya.

Sang Raja kelihatan berjalan berkeliling dalam ruangan istana sambil menyebut-nyebut nama seorang putri yang bernama Dewi Sekartaji. Akibatnya seluruh isi istana gaduh mendengar keadaan sang Raja demikian itu. Syukurlah tidak beberapa lama sang Raja sadar kembali dan pada akhirnya sang Raja dikawinkan dengan putri Dewi Sekartaji.

*    Gunungsari
Tari ini melukiskan seorang putri sedang berdandan. Selesai berdandan, sang putri lalu keluar menuju Taman Sari untuk menghirup hawa segar sambil melihat bunga-bunga dan kolam ikan. Sementara berada di kolam timbul pikirannya hendak menangkap ikan mas yang ada dalam kolam tersebut. Disuruhnya salah seorang dayangnya mengambil sebuah jala. Putri akhirnya merasa girang dengan hasil penangkapan ikan-ikan itu, kemudian kembali lagi masuk ke dalam puri.

*    Wirun
Tari ini dilakukan oleh salah seorang anak raja Bota. Sang anak (Wirun) bermain-main didalam taman sari sambil melihat-lihat bunga dan ikan-ikan dalam kolam. Tiba-tiba Wirun medadak dapat serangan panah dari luar Taman Sari. Melihat keadaan demikian itu, Wirun sejenak mengheningkan cipta dan setelah selesai ia pun mengetahui, bahwa panah-panah itu dilepaskan oleh seorang Bota dari lain kerajaan. Maka keluarlah Wirun dari Taman Sari menuju lapangan luas untuk melihat musuh yang melepaskan anak panah tersebut. Serta merta muncullah seorang Bota dengan panahnya ditangan. Sang Bota tanpa membuang waktu lalu memanah Wirun. Semua anak panah sang Bota disambut Wirun dengan susah payah. Karena bertubi-tubi serangan itu, maka terjatuhlah Wirun ke tanah dengan nafas terengah-engah. Setelah menyapu keringat dimukanya, tanpa sengaja tangannya kena pada kumisnya. Wirun berpikir, kenapa ia harus menyerah sedangkan ia adalah seorang laki-laki. Tiba-tiba Wirun bangun kembali lalu menantang serangan Bota tersebut. Panah demi panah disambut dengan tenang dan dikembalikan kepada sang Bota dan mengenai tubuh sang Bota. Akhirnya sang bota roboh dan langsung mati. Wirun kembali kedalam istana terus menghadap Raja untuk menceritakan peristiwa yang baru saja terjadi diluar istana. Raja menasihatkan, walaupun dalam pertandingan tadi Wirun mendapatkan kemenangan, akan tetapi tidak baik merasa diri sanggup mengadakan perlawanan sendiri. Hendaknya diberitakan terlebih dahulu pada Raja, agar dapat mengambil jalan bagaimana menyelesaikan kejadian tersebut. Raja menekankan, pekerjaan yang buruk biar bagaimanapun kekuatannya, tetapi kesudahannya akan terkalahkan jua oleh pekerjaan yang baik.


2.  Tari Erau Adat Kutai (Dewa Memanah)
Dalam upacara Erau ini, dewa menari sambul memanah:
-   Pertama, menuju ke ulu sungai dengan sepucuk mata panah dian berapi
-   Kedua, menuju ke muara sungai dengan tiga pucuk mata panah dian berapi
-  Ketiga, menuju ke matahari terbenam dengan lima pucuk mata panah dian bernyala
-   Keempat, dengan tujuh pucuk mata panah dian menyala menuju ke matahari terbit, sambil berkata; “Lang-lang panah memancar bayang-bayang, lang-lang panah melincir ke alam terang”.

Setelah selesai dewa meletakkan panah tersebut ke tempat asal. Kemudian dewa melakukan Tari Ganjur seraya mengajak raja dan dua orang. Menteri untuk ikut menari dengan dipimpin oleh raja sendiri, sedangkan dewa mengikuti. Selanjutnya dewa mengajak pula para tamu terhormat untuk ikut menari tari ganjur dan kemudian para tamu undangan lainnya.

Memanah maksudnya menyisingkan awan yang gelap menyisihkan rakun yang keruh. Barulah alam itu menjadi terang, sehingga dapatlah mengeluarkan raja untuk duduk dibalai. Kemudian dewa memuja serta memberikan tempung tawar kepada raja.

Selesai dipuja dan ditempung tawar, barulah raja dipersilahkan meninggalkan balai lalu duduk ditempat semula. Menurut cerita dahulu kala. Dewa itu adalah jenang dan sakti.

Setelah istirahat, raja memerintahkan kepada dewa-dewa agar menari dengan gembiranya. Dewa-dewa lalu mengatur sembah (minta izin) untuk mengadakan tarian. Setelah itu dewa-dewa mengambil ayamnya masing-masing dan selanjutnya pergi menyabung di Wal-wala (diatas angin). Para dewa masing-masing mengeluarkan kesaktiannya dalam melakukan peyabungan ayam tersebut.

Bila dua ekor ayam berkumpul pada tangan salah seorang dewa maka dialah yang menang. Enam orang dewa lainnya lalu menyerahkan diri kepada dewa tersebut. Dewa yang menang mengajak ke enam dewa lainnya untuk menari-nari sambil membawa ayam yang menang tadi dan berkata-kata sambil berlagu dengan mengatakan :”Siapa yang menanglah bersorak-sorak dan siapa yang kalah pulalah dengan menutup muka karena malu”

Tari ganjur adalah sebuah tarian yang melukiskan seorang tengah mendayung perahu ke tengah sungai. Tarian ini muncul untuk mengenangkan peristiwa, ketika Petinggi Hulu Dusun  beserta istrinya Babu Jaruma mengayuh perahu ke tengah sungai untuk menjemput Putri Karang Melenu, yang muncul dari buih Sungai Mahakam. Putri ini adalah permaisuri pertama dari Raja Kutai Kartanegara yang pertama yaitu Aji Betara Agung dewa Sakti yang memerintah pada tahun 1300-1325. (menurut catatan Amir Hassan Kiai Bondan dari Banjarmasin masa pemerintahan Raja pertama dari Kutai itu ialah pada tahun 1380-1410)

Demikianlah setelah selesai tarian meyabung ayam lalu diteruskan dengan tari kanjar. Tarian ini menggambarkan seseorang sedang melonjak-lonjak kesenangan, karena mendapatkan sesuatu yang diidam-idamkan. Tarian ini dimaksudkan untuk mengenang kembali peristiwa yang sangat mengembirakan penduduk kampung Jaitan Layar, Hulu Dusun, Sembaran dan Binalu ketika pertama kali mendapatkan seorang raja, yaitu Aji Batara Agung Dewa Sakti. Karena kegembiraan yang luar biasa itu penduduk lalu bergembira melonjak-lonjak kesenangan.

Dewa sebagai pemuka melakukan Kanjar laki-laki diiringi para Dewa lainnya. Kemudian Dewa melakukan Kanjar Loah Niung, dan selanjutnya sebagai pemuka melakukan pula Kanjar Wanita. Sebagai penutup dilakukan Kanjar Titire oleh seorang Dewa perempuan dengan gerak-gerik, pakaian dan perhiasan yang berlebih-lebihan. Menurut ceritanya, Dewa perempuan itu menganggap dirinya paling cantik seraya mengatakan : “Embun turun dinihari, tahi lalat dimuka seperti basong gelap, bunga disuting awan, bungan sebagai awan disaput, tajuk serupa sepohon kayu, kepala bergoyang menadah tajuk:.

Setelah Dwa-dewa selesai melakukan tarian-tarian tersebut, barulah para tamu terhormat dan para undangan lainnya diperbolahkan melakukan Tari kanjar laki, kemudian kanjar perempuan. Tarian kanjar tersebut dilakukan setiap malam sebagai acara pertama dengan cara-cara yang sama.

3.  Tari Jepen
         Dikalangan penduduk Kutai Suku Melayu seperti penduduk di Kota Tenggarong dan sepanjang sungai Mahakam serta suku-suku Banjar di Samarinda, dikenal sebuah tarian semacam tari pergaulan yang disebut Tari Jepen. Pada waktu diadakn keramaian atau pertemuan-pertemuan gembira, biasanya tari jepen ini dibawakan berpasangan secara bergantian oleh mereka yang pandai menariknya. Kadang-kadang dilakukan pula olah pasangan yang terdiri dari dua atau dua pasangan yang terdiri 4 atau 6 orang. Pasangan yang menarik ialah jika tarian ini dibawakan oleh pasangan pria dan wanita.

         Tari Jepen diperkirakan berusia cukup tua, merupakan kesenian khas Melayu yang dipengaruhi kebudayaan Islam. Dalam perkembangannya ada yang digolongkan Tari Jepen Klasik dan Tari Jepen Modern.

         Tari Jepen modern yang acap kali dibawakan oleh pasangan muda-mudi ialah Gambus dan Ketipung (gendang Kecil). Sebagai pengantar tari ini adakalanya diiringi dengan Lagu Tingkilan (lihat lampiran IV).

4.  Mamanda
         Penduduk Kutai Suku Melayu dan Banjar mempunyai pula seni panggung (seni teater) yang dinamakan Mamanda, seperti Lenong khas kesenian daerah Betawi. Mamanda yang merupakan kesenian klassik Melayu ini dipertunjukkan pada panggung-panggung terbuka, seperti halnya Lundruk dan Ketoprak. Mamanda klasik ini biasanya membawakan cerita tentang Raja-raja dan merupakan suatu pertunjukan setengah musikal (opera) dengan mempergunakan instrumen sebuah Biola dan Gendang.